Visitor

stats counter

My Flag

Flag Counter

Never Give Up

Takkan Mulia orang karena Pujian dan Harta yang melimpah dan takkan Hina orang karena Fitnah dan kemiskinan.
________________
Kedewasaan tidak ditentukan dari umur, tapi Kedewasaan diukur dari pola pikir dan cara berfikir dalam menghadapi permasalahan serta cara untuk menghadapi kehidupan sehari-hari

Kategori

Takdir

Dalam kejelasan muncul ketidakjelasan dan dalam ketidakjelasan muncul sebuah kejelasan.  

Dalam keraguan, muncul sebuah keyakinan dan dalam keyakinan muncul keraguan.

Manusia tak bisa untuk menerka dan menebak apa yang akan terjadi besok. Bagaimana hari esok adalah sebuah misteri, hal ghoib

Mau jadi apa coba?

Hazzhhh! Banyak banget yang ngajuin pertanyaan kayak gitu. Apa seh yang mereka fikirkan tentang diri gue? Gue berbeda dari kalian, i’m different, OK! Pola fikir kita berbeda jauh. Kalo loe cuma berfikir bahwa hidup yang lebih hanya ditentukan oleh “selembar kertas” dan tingginya point yang didapat ketika belajar, loe salah bro. Dunia ini nggak segampang yang loe fikir dan loe alami ketika duduk dibangku sekolah ataupun kuliah.

Gue aneh, ya emang benar itu, karena gue bukan orang yang terlalu tertarik dengan kedua hal tadi. Bagi gue, pengalaman adalah yang paling bagus dalam membentuk sikap dan pola fikir kita. Tapi memang sebagian orang beranggapan bahwa mereka yang nilainya bagus didalam kelas akan mendapat kehidupan yang lebih baik. Hey, what the f*ck!? Berhasil gimana? Ketika masuk dunia yang sebenarnya semua orang akan dihadapkan dengan situasi dan keadaan yang real dan nggak hanya di atas kertas.

Memang apa yang membuat gue di “cap” different ketika gue nggak terlalu memperdulikan “point” tinggi dalam kelas ataupun “selembar kertas”. Gelar memang penting bro, tapi ada yang lebih penting dari itu. Contohnya ne, banyak orang yang punya gelar tapi kelakuannya kayak tukang becak. Mereka nggak gunakan akal fikiran mereka untuk menolong sesamanya, mereka malah asyik dengan dunianya, menumpuk harta untuk dirinya sendiri. Lalu apa bedanya orang yang “bergelar” itu dengan anak autis yang asyik dengan dunianya sendiri dan tak memperdulikan orang lain.

Ingat lho, gue nggak mengatakan bahwa “selembar kertas” dan “point” itu nggak penting. Tapi jangan hanya itu yang dikejar dan dibangga-banggakan, masih banyak kecerdasan yang akan membuat kita mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Banyak toh? Kecerdasan majemuk yang dikemukakan oleh Howard Gardner. Jasmine. gue nggak akan bahas tentang hal itu, tapi loe-loe semua bisa cari dah di unlce google, bing atau yahoo tentang kecerdaan majemuk. Jadi nggak usahlah kita minder karena dicap “aneh” jika kita nggak terlalu peduli dengan kedua hal diatas.

Jangan Sebut aku Pemalas!

malasOrang lain boleh ngatain gue “gila”, “longor”, “cengengesan”, “banyak bacot” or apalah namanya itu. Yang jelas memang itulah gue, gila, longor dan cengengesan. Tapi gue bener-bener nggak terima jika ada orang yang menyebut diri gue pembangkang dan pemalas. Dari mana coba bilang gue ini pemalas dan pembangkang?.

Nggak habis pikir gue kenapa perkataan itu muncul dan langsung menampar pipi gue mentah-mentah. OK-lah jika ada masalah dengan gue atau mungkin ada masalah yang di akibatkan oleh gue, tapi jangan nyinggung dua kata tadi dunk!.

Pertama yang musti gue lurusing tentang pembangkang. Logikanya, dari mana loe nilai gue pembangkang dan nggak ngikutin aturan? Dari hongkong?. Kalo gue pembangkang dan nggak ngikutin aturan, nggak mungkin gue nurut sama orang tua. Pasti gue juga bangkang dan “nglamak” sama ortu gue. Ingat ya, pendidikan paling dasar itu ada dikeluarga, kalo dalam keluarga dah nggak bener ke lingkungan sekitar juga nggak bener. Nah ne gue dirumah nurut, so pastilah diluar juga nurut dan nggak mungkin nglanggar aturan apalagi mbangkang (ce ileh, sombong sedikit). Lagian gue mbangkang & nggak ngikutin aturan cuma sekali ini duank dan pas ending-endingnya. Dari awal gue juga nurut & ngikutin peraturan ditempat gue berada, cuma mungkin “cara” yang gue gunakan selama berbaur beda sehingga banyak orang yang tidak sependapat atau mungkin merasa aneh dengan gue. Makanya dari pada gue dipaksa mengikuti “cara” yang telah ditetapkan mending gue mbangkang, toh tujuannya juga sama. Ngapaen harus dipermasalahkan?.

Dan juga, kalo gue pembangkang! Mungkin dulu ketika gue kerja sudah di “cut” duluan sebelum masa training berakhir.

Kedua yang musti gue luruskan adalah pemalas. Hello… dari mana loe nilai kalo gue males? Loe lihat & buka dunk seluruh isi blog gue ini. Emang ada orang pemalas yang bisa nulis-nulis tentang ini itu dan posting di blog? Memang ada orang pemalas yang bisa kayak gitu, yaitu gue. Orang pemalas yang kreatif. Emang sebutan buat orang malas yang kreatif itu “pemalas” tah? Or yang lain yang lebih bisa menampar pipi gue? Loe mikir dunk, kalo gue males gue juga kagak bakalan bisa nulis kayak gini. Nulis kayak gini aja perlu kreatifitas dan imajinasi juga.

Dan juga, kenapa loe bilang bilang hidup bermasyarakat ada aturannya (intinya gue gak bisa ngikutin aturan), dan juga kenapa loe juga bilang bahwa gue bisa berbaur dan bahkan sangat mudah berbaur. Coba perhatikan kata-kata loe sendiri, kedua kalimat (inti) yang loe sampaikan saling bertolak belakang. jika gue gampang berbaur dengan orang lain, pasti gue bisa hidup ditengah-tengah masyarakat dan mengikutin aturan yang ada didalam masyarakat itu. Kalo gue nggak bisa berbaur dengan orang lain, pastilah gue nggak bisa hidup ditengah-tengah masyarakat karena nggak bisa ngikutin aturan yang ada.

But, OK-lah kalo gue dibilang pemalas dan nggak ngikutin aturan. Gue anggap itu adalah “jamu” bagi gue. Atau mungkin itulah cermin gue. Gue harus ngaca bahwa setiap orang punya penilaian berbeda tentang diri gue. Gue harus bisa membuktikan bahwa gue nggak pemalas dan bisa ngikutin aturan, but tidak untuk hal “itu”. Dan untuk loe (yang udah bilang gue pemalas dan nggak ngikutin aturan) terima kasih banyak dan nggak perlu minta maaf. Karena gue nggak merasa dijahati oleh loe, malah gue merasa bahagia karena loe dah mau memperhatikan dan menilai gue.

Hari Yang Kencut

Sumpah hari ini adalah hari paling kencut bagi gue. Gue dihadapkan pada masalah yang masing-masing memberatkan bagi gue. Bayangin coba saat selesai PPL gue dihadapin sama RPP. Mungkin bagi sebagian orang RPP atau Lesson plan hal yang mudah untuk dikerjakan. Tapi bagi gue itu adalah momok yang menakutkan dan bisa memusingkan otak gue.

Dalam satu minggu ini semuanya harus deadline, pertemuan 6-7 harus selesai minggu ini.

Banyak orang bilang kalo gue mikir ruwet dan nggak simple dalam masalah ini. Loe dah milih jurusan di FKIP mau nggak mau loe harus bersedia melakukan hal-hal yang berkenaan dengan dunia ini, termasuk RPP, Prota dan Promes. Wallah, ini lagi apaan? Gue kagak ngerti dan kagak ngudeng.

Gue lebih mending design 10 banner dan poster dalam 2 minggu daripada harus mengerjakan 1 RPP dalam waktu 1 minggu. Entah loe semua mau mikir apa tentang gue, tapi inilah gue dan apa adanya. Otak gue memang dah nggak tersusun dan terakit untuk hal-hal macam gini.

Nah, lho ngapain loe masuk FKIP? Ada orang tanya kayak gitu ke gue, gue jawab aja, gue tersesat masuk kesini. Cita-cita gue nggak masuk kesini tapi kejurusan lain. Gue dah maksimal untuk mengikuti perkuliahan ini dan selama gue kuliah, gue nggak ada mood atau feeling untuk bisa maksimal dalam mengikuti perkuliahan.

Ya udah terus loe mau ngapain? Gue jawab, gue mau jadi diri gue apa adanya, RPP bagi gue masih merupakan hantu dan Prota Promes adalah monster yang membayangi gue. Mungkin sih gue sekarang benci dan takut dengan hal-hal yang berbau demikian, tapi jika Tuhan menakdirkan lain (menjadikan gue guru) gue akan terima dan akan memaksimalkan amanah itu,

Nggak usah jadi guru kalo emang nggak niat. Emang, nggak ada niatan jadi guru bagi gue secara pribadi, banyak alasan gue untuk tidak terjun kedalam dunia itu. Tapi ada something yang sangat membuat ane ingin mengabdi yaitu rasa nikmat ketika gue berbicara sama orang lain. Loe boleh bilang gue cerewet atau gimana, tapi gue menikmati diri gue yang banyak omong, jenaka bahkan membuat orang lain ketawa.

Emangnya Loe punya apa kok sombong banget? Gue nggak punya apa-apa, yang gue punya adalah naluri untuk hidup dan keinginan untuk membuat orang lain ketawa dan memandang gue ini “ada”. Entah teman atau keluarga yang penting gue di anggap “ada” gue akan sangat nyaman dan itu yang gue punya.

Balik lagi ke RPP, loe nggak nyesel dengan apa yang loe lakuin diatas? Untuk sementara gue nggak nyesel (mungkin nyesel memang datang belakangan). Gue cuma ingin menerjemahkan bahwa “itu” hanya untuk formalitas semata, masalah praktik dan faktanya, atau orang bilang terjun didunia nyata. Itu kan terserah apa kata gue, entah mau gue apain, tambahin kek, kurangin kek, kembangin kek itukan masalah style dan setiap orang berbeda. Yang penting materi tetep sama dengan apa yang direncanakan.

Seumpana nanti loe jadi guru gimana? Fine-fine aja, ngapain dipikir ruwet. Yang penting anak-anak yang gue ajar mengerti dan senang dengan apa yang gue berikan itu udah cukup. Karena bagi gue yang penting itu adalah membuat mereka senang dan nyaman. Lambat laun mereka akan ngerti sendiri.

Contoh ne, coba bayangkan mengapa banyak siswa yang hafal lagu bahkan ampek 10 album, trus menghafal banyak nomor cewek-cewek/cowok-cowok tapi mereka sulit untuk menghafal sedikit pelajaran/materi. Itu karena mereka merasa enjoy dengan menikmati lagu dan menghafal nomor cewek/cowok (karena terpaku dengan cewek/cowoknya)

Sementara dalam pelajaran mereka sering dan selalu tertekan untuk melakukan hal ini dan itu. Wal hasil mereka hanya dapat mengerti didalam kelas saja. Sekedar hanya untuk mencari nilai, bukan pemahaman yang kuat.

Terus ada lagi, masih tentang diri gue! Kamu harus melakukan secara berurutan dan teratur! What? Berurutan? Teratur? Bukan gue banget deh, gue biasa melakukan hal-hal yang nggak teratur dan acak! Lantas apa salahnya?

Apa itu guru?

Keluhan murid :

jenis-guruKami hidup di dunia yang tak sempurna. Saat pagi memaksa kami pergi sekolah untuk bekerja keras demi masa depan yang tak jelas. Guru-guru bagai diktator meneror kami agar menanam pohon masa depan yang seragam-disirami hafalan dan dipupuki ujian yang membuat kami ketakutan.

Kamilah anak-anak sampah, seperti kata tuan dan puan pemerhati pendidikan, tak punya masa depan! maka kami ledakkan amarah dan kesedihan kami di jalanan, jadi tawuran atau perkelahian. Kami pecahkan jerawat batu pubertas kami dengan adegan-adegan telanjang di depan kamera atau di tempat-tempat gelap yang rahasia. Kami rayakan kesedihan kami dengan narkoba. Tapi di mana para orangtua saat kami rindu kasih sayang mereka? Kenapa mereka selalu sibuk? Di mana pemerintah, penegak hukum dan pemuka agama? Kenapa pelajaran MORAL tak pernah sungguh-sungguh kami dapatkan dari LINGKUNGAN kami yang nyata? Di bahu siapa kami bisa menangis? Di dada siapa kami bisa menemukan rasa bangga dan rasa percaya?

Demi kebahagiaan dan waktu bermain kami yang direnggut. direbut, diringkas dan diringkus, kami menyatakan perang pada segala bentuk perampokan dan pengkhianatan terhadap hak-hak kami-baik sebagai anak-anak maupun sebagai manusia.

“Something has gone very wrong with our school” –Hiroshi Yoshimoto

  • Kami disini untuk membantumu memahami pelajaran.

Kenyataannya : kami di sini untuk memaksamau menghafalkan pelajaran. Jika kamu tidak bisa, kami akan menghukummu atau tidak meluluskanmu dalam ujian.

  • Kamu akan punya waktu untuk sampai ke kelasmu sebelum bel berbunyi.

Kenyataannya : pelajaran-pelajaran disampaikan dengan waktu yang tak pernah mencukupi. Beberapa guru memaksa kami untuk mengurangi waktu istirahat dan kami tak punya pilihan lain. Guru selanjutnya kemudian tak mau mengerti bahwa waktu istirahat kami berkurang karena dipotong jam pelajaran sebelumnya, kami harus ke kelas berikutnya tepat pada waktunya.

  • Seragam sekolah dimaksudkan untuk menghindari deskriminasi.

Kenyataannya : Kami tetap terdeskriminasi. Muridmu masih bisa dibedakan berdasarkan kelas sosialnya masing-masing. Mungkin kami memakai seragam yang sama, tetapi kami tetap berlomba-lomba untuk terlihar yang paling kaya atau yang paling miskin melalui sepatu, handphone, atau lainnya. Bahkan sepeda motor dan mobil.

  • Kalian harus menguasai semua pelajaran, itu penting untuk masa depan.

Kenyataannya : hampir tidak ada satupun guru yang menguasai semua pelajaran kan? kalau tidak percaya tanyalah guru Geografi? kecil kemungkinan dia menguasai Fisika dan Matematika. Ajak guru sejarah mengikuti pelajaran olah raga, nilainya belum tentu sebaik temanmu yang jago olah raga. Di dunia nyata, tak ada satupun pekerjaan yang membutuhkan semua kemampuan, semua nilai baik dalam semua pelajaran! Di dunia kerja jika kamu mengetahi semuanya, itu sama saja kamu tidak memahami semuanya. Setiap orang memiliki kecerdasan masing-masing, unik dan berbeda, sekolah berusaha menyeragamkan sambil menganggap yang cerdas hanya mereka yang pandai menghafal.

  • Merokok tidak baik untuk kesehatan dan tidak diperbolehkan di sekolah.

Kenyataannya : Guru olah raga merokok di kantin dan memesan kopi hitam pada penjaganya. kepala sekolah merokok di ruangannya sendiri. Kami merokok sembunyi-sembunyi dimana saja , termasuk di toilet sekolah.

  • Kalian adalah angkatan terburuk sepanjang sekolah ini berdiri.

Kenyataannya : Kalimat itu diucapkan hampir setiap tahun pada semua angkatan. Tidak ada angkatan yang baik diantara kami.

  • Lebih dari harapan kalian, guru-guru berharap agar kalian sukses dalam Ujian Nasional.

Kenyataannya : Mereka takut ditegur kepala sekolah atau kementrian pendidikan jika salah satu diantara kami tak lulus dalam ujian, Mereka dianggap tak becus mengajar.

  • Guru BK selalu ada untuk mendengarkan.

Kenyataannya : Mereka ingin didengarkan. Jika di panggil ke ruangannya, mereka akan memarahi kita dan berteriak : “Dengarkan Saya!”

  • Kami tidak membutuhkan uang kalian.

Kenyataannya : Setiap kali membangun ruangan baru , keuangan gedung dibebankan pada SPP bulanan kami. LKS dijual setiap semester dan kami wajib membelinya. Buku-buku teks pelajaran ditentukan agar seragam, membeli langsung dari guru lebih baik karena akan mendapatkan diskon dan namanya dicatat di list khusus yang entah berfungsi untuk apa? (mungkin hanya akal-akalan agar guru dapat pemasukan tambahan selain gaji /ceperan).

Nah satu lagi yang kadang membuat miris, siswa laki-laki tidak boleh memanjangkan rambut! Apa hubungannya panjang pendeknya rambut dengan prestasi dan masa depan siswa? Nggak ada kan?

“Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan dewa dan selalu benar. Dan murid bukan kerbau”

-Soe Hok Gie-